Sebuah
kajian yang dilakukan oleh permerintah pusat untuk kawasan Danau Batur pernah
dilakukan [lihat Revitalisasi Kawasan Danau Batur]. Kajian ini dilakukan pada
sebuah kawasan yang memiliki fungsi yang beragam, yaitu suatu kawasan yang
memiliki fungsi bermacam-macam sesuai dengan tema yang diangkat. Dari segi
pariwisata kawasan ini masuk ke dalam kategori Objek Daya Tarik Wisata Khusus
(ODTWK), dari segi kelestarian alam, beberapa bagian masuk ke dalam kawasan
hutan lindung, beberapa bagian masuk ke dalam Warisan Budaya Dunia yang
ditetapkan oleh UNESCO dan bahkan baru-baru ini kawasan ini juga ditetapkan
masuk ke dalam Jaringan Geopark Dunia [lihat Geopark Cladera Batur, SebuahProsepek atau Sombol?]. Beragamnya fungsi yang tertera pada satu kawasan ini
menimbulkan suatu kompleksitas tersendiri terhadap Kajian Revitalisasi yang
akan dilakukan.
Apa
persoalanya?
Apakah
dengan adanya kompleksitas akan berpengaruh terhadap Kajian Revitalisasi ini?
Apakah
Kajian Revitalisasi ini penting?
Pertanyaan-pertanyaan
di atas, mungkin akan menyeruak begitu saja ketika kajian ini disampaikan ke
masyarakat. Saya akan mencoba menjelaskan satu persatu untuk memudahkan
pemahaman terhadap Kajian Revitalisasi ini.
Apakah
Kajian Revitalisasi ini penting? Coba di baca dulu [Revitalisasi Kawasan DanauBatur]. Pada artikel tersebut sudah dijelaskan latar belakang dari Kajian
Revitalisasi ini. Setelah anda mengetahui latar belakang di perlukanya Kajian
Revitalisasi ini, mungkin anda sudah punya sedikit gambaran seberapa penting
Kajian Revitalisasi ini. Secara konsep Kajian Revitalisasi ini menjadi benang
merah kompleksitas dari fungsi kawasan yang beragam. Revitalisasi ini mencoba
menghubungkan fungsi kawasan baik secara ekonomi, ekologi dan sosial. Secara
fungsi sebenarnya sudah di atur dengan lebih jelas di dalam Rencana Detail Tata
Ruang (RDTR) Kecamatan Kintamani, agar
tidak terjadi pertentangan antar fungsi masing-masing.
Secara
ekonomi fungsi kawasan ini dikembangkan dalam fungsi ODTWK, sehingga kawasan
ini akan memiliki nilai jual melalui pariwisatanya. ODTWK Kintamani ini tidak
menyeluruh ke semua desa di Kecamatan Kintamani, tetapi hanya 15 Desa
Administratif, 15 desa adminitratif ini kemudian di usulkan sebagai deliniasi
kawsan Geopark Caldera Batur. Masih dengan deliniasi yang sama, kawasan ini
kemudian diusulkan sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Satu
situs di Desa Batur yang merupakan salah satu dari 15 desa administratif ODTWK
kemudian masuk sebagai bagian dari Kawasan DAS Tukad Pakerisan yang
dikategorikan sebagai Warisan Budaya Dunia.
Kompleksitas
fungsi kawasan ini tentu membawa dampak negatif sekaligus positif terhadap
pengembangan Kawasan Danau Batur yang notabene adalah ruang lingkup wilayah
untuk Kajian Revitalisasi. Dengan melihat fungsi kawasan dari berbagai tema
tadi, tentu tidak sulit untuk menentukan ruang lingkup wilayah untuk Kajian
Revitalisasi ini adalah 15 desa administratif yang sudah pernah dijelaskan di
[Revitalisasi Kawasan Danau Batur].
Kajian Revitalisasi
ini dilakukan dengan melihat 15 desa administratif sebagai ruang lingkup
wilayah. Kemudian dilihat potensi dan permasalahannya untuk menentukan lokasi
mana yang akan menjadi prioritas untuk mendaptkan penanganan (realisasi fisik
di tahun selanjutnya). Perbedaan Kajian Revitalisasi dengan Rencana Tata Ruang
adalah pada masa waktu perencanaan. Rencana Tata Ruang merupakan rencana jangka
panjang yang realisasinya sampai 20 tahu ke depan, berbeda dengan Revitalisasi
yang merupakan rencana tindak realisasinya adalah 5 tahun ke depan. Sehingga
selama lima tahun ke depan akan ada realisasi fisik, setelah dilakukan kajian
terhadap desa prioritas yang akan dikembangkan.
Dari 15 Desa
tersebut, desa batur adalah desa yang masuk kategori prioritas yang selanjutnya
didetailkan akan mendapatkan penanganan di Kawasan Toyabungkah. Terpilihnya
Toyabungkah memiliki beberapa alasan yang bisa dijabarkan dari hasil analisa,
yaitu secara fungsi memang di kawasan inilahbanyak terjadi degradasi fungsi dan
fisik kawasan. Sehingga di kawasan ini kemudian dilakukan rencana penataa yang
akan direalisasikan pada tahun selanjutnya. Dan itulah hasil akhir dari Kajian
Revitalisasi Kawasan Danau Batur ini.
Apakah dengan
melakukan penataan hanya di Kawasan Toyabungkah bisa mengembalikan degradasi
fisik dan fungsi di Kawasan Danau Batur?
Apakah ini
sebuah perencanaan komprehensif yang bisa memecahkan persoalan tata ruang (ekonomi,
sosial dan sosial) di kawasan ini?
Dua pertanyaan di atas mejadi pertanyaan super yang
akan dilontarkan masyarakat ketika hasil kajian ini dipublikasikan dan
disosialisasikan kepada masyarakat. Pembangunan fisik di Kawasan Toyabungkah
memberikan dua dampak; 1) Masyarakat di Desa Batur merasa senang dengan adanya
proyek fisik yang masuk ke kawasan mereka karena dapat meningkatkan nilaai jual
pariwisata mereka 2) kecemburuan dari masyarakat sekitar karena desa mereka
tidak mendapatkan penanganan. Dua hal ini tentu menjadi pertimbangan sendiri
bagi pemerintah pusat untuk tidak gegabah dalam menyusun kajian ini. Secara
teknis hasil kajian ini memang berupaa perencanaan fisik di Kawasan
Toyabungkah, yang secara nyata hasilnya akhirnya berupa Detail Engineering Design (DED) yang akan direalisasikan pada tahun
selanjutnya. Akan tetapi pada bagian yang lebih umum telah disusun terlebih
dahulu master plan kawasan (15 Desa Administratif) yang disusun berdasarkan
RDTR, RTWR, RPJM, Kajian Minapolitan, Masterplan Pariwisata ODTWK Kintamani dan
Potensi dan Permasalahan di 15 desa administratif. Masterplan ini kemudian
menjelaskan secara lebih detail perencanaan untuk 5 tahun kedepan di Kawasan
Danau Batur. Sehingga kebutuhan untuk penanganan kawasan secara utuh bisa
dilakukan secara lebih komprehensif.
Komentar
Posting Komentar
Silahkab berikan tanggapan anda !