Geopark Kaldera Batur, Sebuah Prospek ? atau Simbol ?

Img

Menjelang akhir tahun 2012, masyarakat Bali khususnya masyarakat Kintamani (salah satu kecamatan di Kabupaten Bangli) mendapatkan sebuah apresiasi yaitu ditetapkannya kawasan Kaldera Batur sebagai salah satu Global Geopark Nertwork (GGN) oleh UNESCO. Bagi beberapa pihak terutama pemerintah ini merupakan sebuah prestasi, setelah perjuangan panjang yang mereka lakukan selama 4 tahun terkahir. Bahkan pemerintah akan terus berjuang untuk menetapkan beberapa kawasan kaldera lainya sebagai GGN.

Berbicara masalah geopark dalam konstelasi pariwisata, ditetapkan Geopark Kaldera Batur sebagai GGN dinilai sebagai salah satu langkah maju untuk meningkatkan pariwisata Bali khususnya di Kabupaten Bangli. Saya setuju sekaligus menolak ide dan pendapat ini.

Setuju, ditetapkannya Kawasan Kaldera Batur sebagai jaringan geopark dunia, sekaligus sebagai media promosi terhadap dunia bahwa ada sebuah destinasi baru, yang mungkin selama ini belum diketaui. Keuntungan lainnya adalah, dengan ditetapkannya Kawasan Kaldera Batur sebagai jaringan geopark dunia citra satelit dikawasan ini mulai diupdate, mungkin karena berbagai kepentingan dunia, agar semua mata yang tertuju padanya bisa melihat dengan lebih detail rupa bumi dari Kawasan Kaldera Batur.

Tidak setuju, jika melihat kondisi factual dari Kawasan Kaldera Batur, terlalu banyak compleksitas yang terjadi, baik secara keruangan maupun social masyarakatnya. Jika kita coba mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bangli dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kecamatan Kintamani, taman geologi atau yang diistilahkan geopark sebagai salah satu kawasankecil yang berada di dalam Kawasan Kaldera Batur. Sementara untuk saaat ini Geopark Kaldera Batur secara administrasi terdiri dari 15 desa yaitu Desa Belandingan, Pinggan, Sukawana, Kintamani, Batur Utara, Batur Tengah, Batur Selatan, Kedisan Buahan, Abang Batudinding, Abang Songan, Terunyan, Songan A dan Songan B. Dimana dalam RDTR Kecamatan Kintamani ke 15 desa ini masuk ke dalam Daya Tarik Wisata Khusus (DTWK). Diluar ketidak sesuaian antara geopark yang dijelaskan dalam RDTR dan Geopark yang telah ditetapkan oleh UNESCO, ada permasalahan lain yang menurut saya perlu untuk kaji.

Jika mengkaji kawasan geopark yang ada dalam RDTR Kintamani, yang termasuk sebagai kawasan Geopark tentu adalah kawasan yang masuk ke dalam warisan geologi. Dengan demikian yang akan dijadikan sebagai objek utama dalam geopark ini adalah lahar bekas letusan Gunung Batur yang telah membeku dan tersedimentasi. Sehingga bagian warisan geologi ini layak mendapatkan perlindungan sebagai media wisata ejukasi dan untuk penelitian.

Img

Persoalannya kemudian adalah, ke-15 desa yang masuk sebagai DTWK dan sekaligus sebagai Geopark Kaldera Batur adalah desa-desa dengan sumber daya alam yang melimpah, kaya akan unsure hara dan dengan view yang sangat bagus. Sehingga kalau kita coba kategorikan kawasan ini memiliki 3 potensi utama, yaitu pertanian, pariwisata dan galian C. Pertanyaan sederhana saya adalah, bagaimana pemerintah akan mengakomodasi ketiga kepentingan ini sebagai langkah untuk merealisasikan kawasan ini sebagai bagian dari jaringan geopark dunia? Bagaimana pemerintah akan memecahkan persoalan social yang timbul dimasyarakat terhadap perbedaan kepetingan yang muncul di 15 desa ini?

Saya setuju bahwa, ada satu potensi yang harus ditekan, yaitu galian C. Kenapa? Karena, pertama secara factual sumber daya alam yang dimanfaatkan/diekspolari untuk galian C bukanlah sumber daya yang terbarukan, kedua pemanfaatan/explorasi berlebih berdampak terhadap kerusakan lingkungan (baik view maupun fisik), dan yang ketiga adalah prses pengangkutan hasil explorasi (galian C) mengakibatkan kerusakan terhadap prasarana jalan yang masuk ke Kawasan Kaldera Batur dimana investasi yang dilakukan tidak sebanding dengan penerimaan yang diperoleh pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Belum selesai membahas tentang galian C, kita sudah dihadapkan pada persoalan lainnya, yaitu pertanian. Ada apa dengan pertanian? Dalam beberapa peneliatian yang dilansir dalam beberapa media masa disbutkan bahwa Danau Batur masuk sebagai salah satu dari 10 danau yang perlu direhabilitasi karena telah rusak parah. Rusak dan tercemarnya Danau Batur tidak lepas dari aktivitas pertanian yang dilakukan di sekitar danau. Penggunaan zat-zat kimia oleh penduduk setempat untuk proses pertanian merupakan salah satu hal utama yang menjadi sumber kerusakan dan pencemaran danau, belum lagi jenis septic tank masyarakat yang tidak dikelola dalam satu system yang komprehensif menyebabkan pencemaran bacteri E. Coli ke dalam air tanah, sehingga secara tidak langsung meningkatkan komposisi bakteri E. Coli di Danau Batur.

Sejauh ini persoalan-persoaln ini tidak diakomodasi dalam bentuk suatu perencanaan dan direalisasikan dalam program tertentu. Sehingga arahan dalam RDTR dan RTRW tidak menjadi tulisan semata tetapi memiliki nilai manfaat tidak hanya untuk pemerintah tetapi terutama untuk masyarakat di Kintamani.


Komentar